
Kepulangan para jemaah haji ke tanah air telah dimulai, dan salah satu kisah yang paling berkesan datang dari seorang jemaah asal Tulungagung, Ibu Enny Astuti (60 tahun). Setelah menunaikan ibadah haji selama 40 hari di Tanah Suci, Ibu Enny membagikan pengalamannya yang penuh tantangan, khususnya saat berada di Muzdalifah.
Momen di Muzdalifah menjadi titik terberat dalam seluruh rangkaian ibadahnya. Ibu Enny menceritakan bagaimana rombongan haji mereka menghadapi keterbatasan bus yang sangat signifikan. Situasi ini memaksa banyak jemaah, termasuk dirinya, untuk menempuh perjalanan kaki sejauh kurang lebih 7 kilometer. "Di Muzdalifah keadaannya kurang memadai. Bus yang tersedia sangat terbatas, sehingga banyak dari kami tidak mendapatkan transportasi," ujarnya.
Meskipun harus berjalan kaki menempuh jarak yang cukup jauh dan dalam keramaian, semangat Ibu Enny tidak sedikit pun surut. Beliau menegaskan bahwa motivasi untuk menunaikan ibadah haji membakar semangatnya dan rombongan lainnya untuk terus melangkah. "Meski harus berjalan sejauh 7 kilometer, kami tetap penuh semangat," tambahnya.
Selain kendala transportasi, kondisi cuaca panas ekstrem di Tanah Suci juga menjadi tantangan tersendiri. Ibu Enny mengaku sering mengonsumsi air es untuk mengatasi dahaga dan panas, yang pada akhirnya membuat suaranya menjadi serak. "Cuaca sangat terik, saya banyak minum air es, sampai suara saya jadi begini," katanya dengan suara yang masih sedikit serak.
Ibu Enny juga menyoroti permasalahan lain yang sempat terjadi di antara jemaah terkait dengan panduan manasik (nusuk). Beliau menjelaskan bahwa sebenarnya lokasi hotel, tenda, dan pos telah diatur dan tertera jelas di panduan nusuk. Namun, banyak jemaah yang enggan membaca atau memahami panduan tersebut, sehingga menyebabkan situasi menjadi kurang teratur dan terkesan semrawut. "Di panduan nusuk sebenarnya sudah ada informasi mengenai hotel, tenda, dan pos, tapi banyak yang tidak mau membaca, jadi kacau," pungkasnya.
Meski diwarnai berbagai hambatan, pengalaman haji Ibu Enny menjadi cerminan ketabahan dan keikhlasan para jemaah dalam menjalankan rukun Islam kelima. Kisah ini mengajarkan tentang pentingnya kesabaran, semangat, dan adaptasi dalam menghadapi segala kondisi demi mencapai kesempurnaan ibadah. Rombongan haji kloter pertama asal Tulungagung ini telah tiba dengan selamat di Bandara Juanda, membawa pulang cerita-cerita berharga dari perjalanan spiritual mereka.